Kulwapp : Pendidikan Anak Ala Jepang

by - 7:35:00 PM

Buku karangan Ibu Saleha Juliandi

Resume kulwapp IIP Karawang Group 1 

Hari : Kamis, 4 Juni 2015 
Host : Lina Ibune Azzam
Co-Host : Rini Mardiana
Notulen : Neneng Nurhasanah 

Narasumber : Saleha Juliandi (Penulis Buku Best Seller “Pendidikan Anak Ala Jepang”)

Perkenalan Narasumber : 

Di kenal dengan nama pena Saleha Juliandi, beliau adalah penulis beberapa buku diantaranya : Pendidikan Anak Ala Jepang (Pena Nusantaram 2014), Menghadapi Keresahan hati ( ELexmedia, 2014), Best of Kyoto (Elexmedia, 2014), Indonesia Bersyukur (Pena Nusantara,2013), Kado untuk Pasutri (Pena Nusantaram 2012). Selain sebagai penulis, beliau adalah direktur utama Pena Nusantara. 

Pernah sebagai volunteer sosial dan pendidikan untuk anak-anak Jepang di wilayah Ikoma dan Fukuoka, Jepang selama lima tahun. 

Materi : 


.....Suatu hari, saya dan seorang kawan mengantri di sebuah stasiun di kota Nara-Jepang. Tiba-tiba, kawan saya tersebut berseru sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah deretanpanjang warga Jepang yang sedang berdiri mengantri sambil membaca buku.
Kita masyarakat beragama. Kita memiliki ayat dalam kitab suci yang memerintahkan kita untuk membaca. Lalu, kenapa malah mereka (masyarakat Jepang) yang notabene tidak beragama, justru yang gemar membaca? Seharusnya kita bisa lebih baik dari mereka.Pertanyaan itu terus menghantui saya. Benar juga apa yang ia katakan. Kita memiliki aturan dan perintah untuk membaca dalam kitab suci. Namun, justru kebanyakan dari kita jarang mengamalkannya.
Sedangkan masyarakat Jepang yang bisa dikatakan tidak beragama, justru mengamalkan ajaran-ajaran dari kitab suci kita. Tak hanya ajaran untuk membaca, namun juga ajaran dalam menjaga kebersihan, kedisiplinan, ketertiban, hingga menjaga kenyamanan orang lain. Orang Jepang lebih mengamalkan ajaran-ajaran itu ketimbang kita.... (dikutip dari halaman 84 buku Pendidikan Anak Ala Jepang)
Lalu, adakah yang kurang tepat pada pendidikan di negara kita? Khususnya pendidikan anak, di mana karakter manusia dewasa terbentuk sejak anak-anak.


♦♦♦♦
Seringkali kita mendengar atau bahkan mengatakan sendiri kalimat di bawah ini kepada anak-anak kita di rumah maupun anak-anak didik di sekolah:


Kalau ingin sukses nanti, kamu harus rajin sekolah. Kalau gak rajin sekolah, siap-siap saja jadi orang gagal nanti kalau besar.


Bunda, Ayah, dan Para Guru, benarkah kalimat tersebut di atas? Tentu saja kalimat tersebut tidak tepat dikatakan. Apalagi, sekarang bukan lagi era industri, namun era informasi dan konseptual. Dimana, kesuksesan anak sangat dipengaruhi oleh daya inovasi si anak ketika dewasa. Kini, semua orang bisa belajar melalui internet.


Buku-buku juga sudah sangat banyak dijual di toko-toko. Bahkan, membeli secara online pun bisa. Jadi, tanpa harus rajin sekolah, seorang anak tentu bisa tetap belajar dan sukses ketika dewasa. Einstein dan Thomas Alva Edison merupakan tokoh dunia yang gagal dalam sekolah. Bill Gate dan Mark Zuckerberg juga merupakah contoh orang sukses dan berpengaruh di dunia yang ternyata merupakan anak putus sekolah. Walau putus sekolah, namun mereka mampu mempengaruhi dunia dengan inovasi yang mereka ciptakan.
Bunda, Ayah, dan Para Guru, untuk membentuk anak yang berinovasi tinggi, tentu bukan dengan cara menyuruhnya belajar dengan terus menghafal, menulis, menyalin, dan mengerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa). Namun dengan cara menumbuhkan daya inovasi anak sedini mungkin. Sejak anak-anak.
Sayang, kegiatan-kegiatan yang merangsang inovasi anak masih sangat minim di sekolah-sekolah Indonesia. Orang tua di rumah pun pasif, kurang merangsang kreativitas anak. Kegiatan menghafal, menulis, menyalin, dan mengerjaan LKS lah yang masih sering mendominasi di sekolah-sekolah maupun di rumah kita. Anak-anak terus kita bebani dengan hafalan-hafalan dan tugas-tugas menyalin serta mengerjakan LKS. Orang tua pun dengan mudah akan bangga ketika anaknya mendapatkan nilai bagus dari hafalan-hafalan tersebut. Padahal, sebulan, dua bulan atau tiga bulan kemudian, anak-anak akan melupakan apa yang mereka hafalkan.


Sementara, kegiatan-kegiatan yang justru merangsang inovasi anak terabaikan dan terlupakan. Padahal hal tersebut merupakan modal kuat kesuksesan anak saat dewasa. Sehingga, apa jadinya...? Anak-anak yang dihasilkan hanya akan menjadi pengamat sejarah, bukan pencipta sejarah.Mereka akan menjadi “bawahan” bagi mereka yang memiliki inovasi.Berbeda dengan Jepang, sekolah dan keluarga tidak menuntut anak belajar melalui menghafal, menyalin, atau mengejakan LKS. LKS hanya digunakan sebagai PR siswa di rumah. LKS tidak dikerjakan di sekolah, sementara guru asyik bermain telepon genggam atau mengerjakan tugas administrasi lainnya. Selama di sekolah maupun rumah, guru dan orang tua sangat inovatif menciptakan berbagai macam kegiatan kreatif untuk anak sehingga anak terangsang daya inovasinya. Misalnya kerajinan kayu, kerajinan keramik, kerajinan kertas, kerajinan embedding, menjahit, memasak, bermusik, dan lain-lain.


Selain pendidikan yang menitikberatkan terhadap pembangunan daya kreativitas anak, pendidikan Jepang juga dilakukan melalui sistem learning by doing. Anak-anak langsung melakukan. Misalnya, Guru dan orang tua tidak mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan melalui catatan dan mengerjakan LKS. Atau dengan cara mengatakan kepada siswa: “Anak-anak, kalian harus menjaga kebersihan”. Tidak dengan cara demikian. Namun, mereka benar-benar memiliki bank sampah (garbage recycle) di semua sekolah. Sampah sekolah mereka pilah-pilah dan mereka olah ketika jam istirahat. 
Sehingga, jam istirahat pun menjadi lebih bermanfaat ketimbang hanya bermain, bermain gadget, atau bahkan mem-bully sesama kawannya. Begitupun di rumah. Bersama orang tua, mereka memilah-milah sampah rumah tangga. Oleh karena itu, tak mengherankan jika Jepang sangat terkenal akan kebersihannya.
Agar anak-anak mencintai hewan dan tumbuhan, setiap sekolah di Jepang memiliki hewan dan tumbuhan peliharaan. Setiap anak bertugas membersihkan kandang, memberi makan, menyiram, dan memupuk secara bergiliran. Sehingga, anak tidak sekedar belajar dari bu guru/orang tua yang mengatakan harus mencintai makhluk lainnya, namun anak-anak benar-benar mempraktekkannya dengan cara memelihara dan merawatnya secara langsung.Begitu pula dengan kecintaan masyarakat Jepang terhadap membaca. 

Kecintaan mereka terhadap membaca tentu bukan dengan cara mengajari anak-anak membaca sejak TK. Apalagi dengan cara monoton dan membosankan. Namun dengan cara unik, menarik, dan sangat mudah untuk kita tiru bersama, yaitu salah satunya dengan rajin membacakan anak buku. Mudah, bukan...? Sehingga, akan membangun persepsi anak bahwa buku merupakan sesuatu yang menarik, bukan menjemukan atau bahkan menakutkan.Itulah sekilas tentang rahasia pendidikan anak di Jepang. Sistem yang mereka terapkan sangat mudah, murah, dan dapat kita tiru karena tidak memerlukan teknologi mutakhir untuk penerapannya.
Selengkapnya mengenai rahasia pendidikan anak di Jepang bisa Bunda, Ayah, dan Guru baca pada buku Pendidikan Anak Ala Jepang.
♦♦♦♦

Quote dari Pembicara:

Anak belajar bukan dari yang mereka hapalkan, salin, atau tulis. Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan lakukan.  Anak belajar pertama kali dari orang tua. Kedua dari sekolah dan guru. Sehingga, jika sekolah belum memiliki sistem pendidikan yang tepat, orang tua dapat memulainya sendiri di rumah.
 Tanya Jawab : 
T: 
nanya bunda saleha, sistem pendidikan Jepang sama indonesia kan berbeda ya bunda..dilihat dari budayanya juga..trus dari mana kita bisa mengubahnya??(lilik)

J:
 Sebenarnya tujuan pendidikan Indonesia dan Jepang sama. Bedanya, adalah "proses" menuju tujuan tsb yang berbeda. Kalau di Indonesia, kebanyakan pelajaran dihapal dan ditulis. Keberhasilan anak diukur dengan nilai. Kalau di jepang, bukan demikian prosesnya. Jepang menggunakan sistem by doing, yaitu anak langsung melakukan dan mempraktekkannya setiap hari. Contoh paling mudah adalah pendidikan indonesia dan jepang sama2 ingin menghasilkan anak2 yang mencintai kebersihan. Kalau di indo, mencintai kebersihan diajarkan dgn cra menghapal dan mengisi kolom2 ujian. Kalau di jepang, setiap sekolah memiliki bank sampah. Saat jam istirahat sekolah, anak2 memilah2 sampah sekolah dan mengolahnya. Jadi anak2 jepang belajar kebersihan dgn cara melakukannya (DOING). Salah satu Dalil penting dalam pendidikan anak adalah: anak belajar dari apa yang mereka lakukan setiap hari.


T: 
 Sejak desember 2014 saya sdh meng-off kan tv dan mulai nyicil beli buku sebagai gantinya. Dengan harapan minat baca pada anak akan semakin meningkat. Tapi skrg anak2 jd seneng main di luar, baca pun sesekali aja klo abis main di luar. Sdh tepatkah langkah yang saya ambil? (SitiNur)

J: 
Bunda Siti Nur, saya sering sekali menemui kawan2 yang akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan TV karena kekhawatiran anak2 akan menonton acara yang kurang baik. Apalagi TV Indonesia masih dengan program2 acara yang "kurang mendidik". Sebenarnya masalah itu bisa bunda akali dengan turut mendampingi anak saat menonton tv. Lalu berikan jadwal khusus. Jam berapa hanya boleh menonton TV. Karena dengan meng"haram"kan sesuai bagi anak, justru anak2 akan semakin penasaran ingin tahu. Malah, banyak kasus yang saya temui, anak malah main ke rumah temannya hanya untuk menonton tv. Atau diam2 dari ortu menonton tayangan yang tidak sepantasnya ditonton. Jadi saran saya, tonton saja tv bun. Tapi tetap dgn batasan2. Buat anak nyaman dan terbuka dengan bunda. Jangan sampai kekangan2 yang bunda ciptakan justru menjadi bumerang karena anak akan cenderung✅ bermain rahasia-rahasiaan.


T:Bunda Saleha, saya benar-benar takjub dengan disiplinnya Jepang. Pasti semuanya berjalan selaras antara guru, orangtua, dan lingkungan mulai sejak dini. Bagaimana langkah awal kita sebagai guru atau orangtua untuk menjadikan anak-anak kita lebih baik?(Yuna Tresna)

J:
Bunda Yuna, dalil lain (selain dalil yang sdh saya sebutkan sbelumnya) dalam pendidikan anak adalah bahwa anak belajar dari yang mereka LIHAT. Kalau menginginkan anak2 disiplin, jadi orang tua sebagai orang terdekat juga harus disiplin. Jika menemui lingkungan yang tidak disiplin, cepat2 beritahukan ke anak bahwa perilaku tersebut tidak baik dan merugikan orang lain ✅.


T: 
Apa tips dan rahasianya kok guru-guru di Jepang kreatif penuh inovasi..Di Indonesia sepertinya kurang greget, kurang inovatif, belum kurikulum di Indo yg gonta ganti memberatkan guru dlm administrasi..Fariza


J:
Sebenarnya masyarakat indonesia tidak kalah kreatif dengan jepang. Tapi, guru-guru di Indonesia saat masih kecil belajar dari guru2 terdahulu mereka (ingat dalil LIHAT). Mereka melihat bagaimana guru2 mereka dahulu mengajar dgn cara yang kuno (membaca menulis menghapal). Guru2 mereka pun melihat guru2 mereka terdahulu dgn cara yang sama kunonya. Jadi sudah menjadi rantai panjang yang tersistem di negeri ini. Padahal, mudah sekali yang guru2 jepang terapkan. Hanya memerlukan sedikiiit saja pemahaman bagi guru Indonesia, insyaaAllah sudah mampu merubah cara mereka. Dan cara di Jepang, sangat mungkin kita terapkan tanpa mengganggu kurikulum yang sudah baku dari pemerintah. Karena berbagai "kegiatan ala jepang" dilakukan saat jam istirahat sekolah dan saat kegiatan2 lain yang tidak mengganggu kurikulum yg ada. Misalnya contoh hal sepele. Mumpung sekarang sedang musim perpisahan sekolah Kalau di indonesia, saat perpisahan sekolah, biasanya guru/sekolah sibuk mempersiapkan pesta perpisahan meriah dgn berbagai kostum seragam, konsumsi hingga dekorasi yang menghabiskan banyak uang. Sedangkan di Jepang, saat perpisahan kelas, anak2 yang meninggalkan sekolah menyumbangkan 1 pot tanaman untuk dirawat oleh adik2 kelasnya sebagai kenang2an. ✅


T: 
Salam kenal mba saleh... Bagaimana caranya agar anak mudah memahami pelajaran, tanpa membuatnya merasa bosan selama proses belajar di rumah? Kebetulan anak saya sekolah di sd negeri, sistemnya lebih banyak isi soal2Bunda Tika


J: 
Sama bun, anak saya juga di sekolah negeri :). InsyaaAllah mudah sekali caranya bun. Saya biasa memegang gadget saat menemani anak belajar. Saat mengisi PR berupa soal2 LKS yang sangat menjemukan, saya cari materi yang sama di google. Alhamdulillah banyak sekali sumber2 yang menampilkan gambar2 yang menarik. Sehingga anak tidak jemu melihat LKS. Sambil mengerjakan PR, anak sekaligus bisa belajar lebih dalam tentang materi yang dikerjakan dengan lebih menarik
Ohya melalui youtube juga bisa bun.. Misal ttg perkembangan kupu2. Itu ada videonya lengkap di youtube.


You May Also Like

1 komentar